Puisi bisa dikatakan sebagai alat penyampai apa pun yang menjadi kegelisahan atau kecamuk pikiran. Apa yang dirasa, dilihat, didengar bisa menjadi pintu masuk untuk menghasilkan puisi. Hal-hal di atas terbaca pada puisi-puisi Saeful Hadi dalam buku Secangkir Kopi di Altar Sawah, ungkapan perasaan penulis ini ditulis dengan sangat apik dengan diksi-diksi sederhana. Saeful Hadi seolah ingin memberikan tanda pada pembaca bahwa di setiap puisi yang ia tulis memiliki keterikatan dengan kehidupannya setiap hari di dunia nyata. Jika kita cermati, ada banyak puisi yang merepresentasikan kegelisahannya membaca lingkungan di sekitar.
Itulah uniknya puisi, ia (puisi) berada pada ruang yang sempit, cukup selembar kertas namun memiliki pemaknaan yang luas. Puisi selalu memberikan ruang tafsir yang berbeda pada pembaca-pembacanya. Dan puisi akan selalu lahir pada jiwa-jiwa yang gelisah. Saeful Hadi, sebagai penyair telah berhasil membawa kegelisahannya pada kata, sehingga terciptalah puisi yang multitafsir, berkarakter; menandakan bahwa ia tidak ingin menyerah pada kerasnya kehidupan. Ya, orang-orang yang berkarya adalah orang-orang yang pantang menyerah.
Nana Sastrawan, Banyumas
Penulis: | Saeful Hadi |
Tahun Terbit: | |
Kategori: | 7 |
ISBN: | 978-623-337-868-0 |
Link Penjualan: | - |